Senin, 29 Februari 2016

Totalitas Adalah Ciri Khas Pemilik Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Golden Manners menggariskan totalitas sebagai sebuah keniscayaan bagi pelakunya. Golden Manners mengajarkan untuk serius dan berkonsentrasi terhadap segala sesuatu yang memang harus dikerjakan. Tanpa totalitas, penerapan golden manners juga akan gagal. Tidak hanya itu, pelaku golden manners tidak akan sukses dalam mengejawantahkan sikap-sikap unggul dalam kehidupan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kekuasaan dan lain sebagainya apabila tidak memiliki totalitas. Dalam berislam pun dibutuhkan totalitas. Jangan lupa, Islam adalah aturan hidup, bukan sekedar aturan spiritualitas.
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam At-Tafsir Al-Munir 2/340 [Cet. Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir] memaparkan, “Agama Islam adalah sesuatu yang utuh yang tak boleh dipecah-pecah, maka barang siapa beriman kepada Islam maka ia wajib mengambil keseluruhannya. Jadi dia tidak boleh memilih hukum Islam yang ia senangi dan meninggalkan hukum Islam yang tidak ia sukai atau mengumpulkan antara Islam dan agama-agama yang lain, karena Allah Ta’ala memerintahkan mengikuti seluruh ajaran-ajaran Islam, menerapkan semua kewajiban-kewajibannya dan memuliakan semua aturan-aturannya tentang halal dan haram.”

Ghuluw dan Takalluf Menghancurkan Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. ‘Abdul ‘Aziz Alu ‘Abdul Lathif, dosen jurusan ‘Aqidah di Al-Imam Muhammad bin Suud Islamic University dalam salah satu kicauannya di @dralabdullatif, “Barangsiapa yang mencermati perkembangan sejarah Islam, niscaya ia akan segera mengambil pelajaran bahwa faktor utama lemahnya iman kaum muslimin dan berkurangnya sikap ittiba’ ialah sikap ghuluw (ekstrim) dalam ucapan dan perbuatan mengada-ada dalam ibadah.”
Benar sekali. Banyak hal memalukan dan memilukan yang dilakukan umat manusia, salah satunya disebabkan oleh ghuluw dan takalluf (membebani diri dengan hal di luar kewajaran/kemampuan).

Kesuksesan Menurut Prof. Dr. 'Abdul Karim Bakkar

Oleh Prof. Dr. 'Abdul Karim Bakkar
Direktur Intellectual Building Academy






Tidak ada keraguan bahwa umat Islam sangat membutuhkan sebanyak mungkin jumlah orang-orang yang unggul, sukses dan memiliki obsesi yang besar, disebabkan oleh kelemahan yang dialaminya dalam bidang ilmu, produksi dan materiil.
Kebutuhan ini sangat mendesak, karena kita -singkatnya- tidak akan mampu membangun umat yang kuat dari pribadi-pribadi yang lemah. Namun yang juga penting adalah kalian harus mengingat satu hal yang sangat pokok, yaitu bahwa Islam sangat teliti dalam me-netapkan cara yang akan mengantarkan kepada tujuan-tujuan yang besar persis seperti ketelitiannya dalam menetapkan tujuan itu sendiri. Karena itu, kesuksesan hakiki yang sudah harus kita capai bersama itu memiliki 2 karakteristik mendasar: Pertama, ia harus tercapai dengan cara yang disyariatkan dan legal. Kedua, ia harus mendekatkan sang empunya dengan Allah. Artinya keberhasilan dunia sang pemilikinya men-dorongnya untuk melakukan pengorbanan di jalan Allah, berkhidmat kepada umat manusia, dan turut serta dalam memba-ngun kepentingan umum serta bangkit bersama negeri.

Sumber Golden Manners Menurut Prof. Dr. Sulaiman Abu Al-Khail

Oleh Prof. Dr. Sulaiman Abu Al-Khail
Rektor Al-Imam Muhammad bin Saud Islamic University





Agama seluruhnya adalah akhlak. Jika anda menambah akhlakmu maka artinya bertambah agamamu. Dikatakan bahwa akhlak yang baik adalah memberikan kebaikan, menahan dari kejahatan dan menanggung beban yang menyakitkan. Dikatakan juga bahwa akhlak yang mulia adalah membersihkan diri dari segala keburukan dan menghiasi diri dengan semua kebaikan. 
Akhlak mulia ditegakkan di atas empat pondasi. Tidak dibayangkan ia bisa tegak kecuali dengannya, yaitu kesabaran, iffah (menjaga diri dari keburukan), keberanian dan keadilan. 
Kesabaran mendorong dirinya untuk tegar, menahan emosi, tidak menyakitkan, bersikap santun, hati-hati, lemah lembut dan tidak tergesa-gesa. Iffah mendorong dirinya untuk menjauhi perbuatan dan perkataan yang kotor dan buruk serta menjadikan dirinya malu yang merupakan puncak segala kebaikan. Iffah juga bisa menahan dirinya dari segala kekejian, kebakhilan, dusta, ghibah dan namimah.

Kebijaksanaan Menurut Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Karakter bijaksana senantiasa mencuri perhatian massa. Orang-orang yang bijaksana selalu menarik simpati siapapun yang memandangnya. Mereka diberi kemampuan menyikapi apapun dengan penuh kearifan dan perhitungan yang matang, sehingga di belakang tidak muncul penyesalan yang kadang tak bisa lekang. Mereka pun bisa menikmati kehidupan ini. Hari-harinya tidak disibukkan dengan dramatisasi beratnya terpaan cobaan. Dia sikapi masalah dengan tenang dan proporsional.
Sebagaimana didefinisikan dalam kamus Lisan Al-‘Arab, bahwa orang yang dianugerahi hikmah sangat menguasai masalah apapun secara profesional dan luas pengalamannya. Orang yang dikaruniai hikmah akan jauh dari celaan dan kenistaan, seperti dikatakan Ibnu Hajar dalam Fat-h Al-Bari dimana beliau menafsirkan hikmah sebagai segala sesuatu yang dapat mencegah dari kebodohan dan celaan akibat perbuatan tercela.

Bekali Generasi Muda dengan Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way




Masa muda adalah masa emas. Di masa ini, berbagai kelebihan dapat dirasakan apabila diisi dengan hal-hal yang positif. Allah memuji Ash-hab Al-Kahf yang rata-rata berusia muda karena mereka mengasingkan diri demi menjaga iman mereka kepada Allah [QS. Al-Kahf: 13]. Allah menyifati masa muda sebagai masa yang penuh kekuatan [QS. Ar-Rum: 54]. Allah juga menyifati masa muda dengan kecerdasan [QS. Al-An’am: 152].
Diungkapkan oleh Dr. Sa’id Al-Qahthani dalam Al-Hady An-Nabawi fi Tarbiyah Al-Aulad bahwa usia muda adalah usia paling panjang. Beliau menguraikan, periode anak-anak dimulai sejak lahir hingga usia 13 tahun, periode remaja sejak umur 14 tahun sampai umur 40 tahun, periode dewasa sejak usia 41 tahun sampai usia 50 tahun, periode tua sejak umur 51 tahun hingga wafat.

Pengaruh 'Aqidah dalam Membangun Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Menurut Dr. Samirah Muhammad ‘Umar, dalam Atsar Al-‘Aqidah fi Al-Fard wa Al-Mujtama’ (Saudi Arabia: King Abdul Aziz University, 1401 H), ‘Aqidah sangat berpengaruh dalam membangun golden manners. ‘Aqidah menjadikan manusia bebas dari penyembahan kepada selain Allah, yakin dan tenang karena Allah, selalu muraqabah kepada Allah, membangkitkan keberanian, berharap syahid, dan lain sebagainya, bahkan juga aqidah memperbaiki kondisi sosial, karena memang aqidah memperbaiki masing-masing individu elemen masyarakat.
Tapi jangan lupa, sebagaimana diingatkan oleh Dr. Ahmad bin Sa’ad Hamdan Al-Ghamidi dalam Atsar Al-‘Aqidah Al-Islamiyyah fi Tadhamui Wahdah Al-Ummah Al-Islamiyyah (Saudi Arabia: Madinah Islamic University, 1404 H) bahwa ‘aqidah yang benar adalah menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. 

Golden Manners: Jadilah Inovator

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. 'Abdullah Muhammad 'Abdul Mu'thi dalam bukunya Kaifa Tashna'u Thiflan Mubdi'an mengungkapkan, "Umat kita perlu mencetak generasi yang inovatif. Dan oleh karena umat kita adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, maka umat kita tidak memerlukan inovator-inovator yang biasa. Umat kita memerlukan inovator-inovator yang robbani (religius). Seorang inovator robbani adalah inovator yang hatinya selalu berhubungan dengan Allah Ta’ala. Ia selalu meminta pertolongan, bertawakkal, memanjatkan puja-puji dan bersyukur kepada Allah… Inovasi adalah rizki dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Siapa yang mau bekerja keras, bersabar dan berusaha, berhak mendapatkan kemenangan dan meraih tongkat estafet…”

Kamis, 25 Februari 2016

Definisi Manner

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Menurut Dr. Ahmad Farid dalam buku beliau At-Tarbiyah 'ala Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama'ah, "Manner bukanlah perbuatan. Terkadang ada orang yang punya manner dermawan tetapi tidak banyak memberi karena tidak punya sesuatu yang bisa diberikan, atau karena ada halangan tertentu. Dan terkadang ada orang yang akhlaknya kikir tetapi memberikan sesuatu kepada orang lain karena ada kepentingan tertentu atau riya (pamer). manner juga bukan kemampuan. Sebab, kemampuan menahan dan memberi itu sama. Setiap orang diciptakan secara fitrah sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk memberi dan menahan. Pun manner bukanlah pengetahuan. Sebab, pengetahuan berhubungan dengan baik dan buruk dari sisi yang sama. Akhlak adalah pengertian yang keempat. Jadi, manner adalah kondisi kejiwaan yang ada di dalam batin manusia."
Maka, golden manners adalah kondisi jiwa emas, atau bersifat seperti emas, yaitu berkilau, mewah, mahal, abadi, mempesona dan semacamnya. Kita sebagai generasi berperadaban memiliki hajat besar terhadap aksentuasi dan aplikasi golden manners dalam kehidupan mikro maupun makro, dalam kehidupan personal, komunal, maupun global.

Golden Manners: Jangan Zhalim

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Ketua Islamic Press League Prof. Dr. Ahmad Ash-Shuwayyan dalam ‘Rahasia Kasih Sayang dalam Islam’ (Qatar: Sheikh Thani bin Abdullah Foundation for Humanitarian Services, 2012) hal. 97 mengungkapkan, “Kezhaliman merupakan indikasi kekerasan hati, tanda tercabutnya kasih sayang. Ia merupakan sumber mayoritas kerusakan dan penyimpangan yang telah tersebar di masyarakat. Kalau kasih sayang merupakan sumber kebaikan dan titik tolak amal shaleh, maka kezhaliman merupakan simpul segala keburukan dan wadah bagi segala perbuatan dosa.” Dikutip dari buku saya 'ENSIKLOPEDI SUNNAH' yang sedang proses editing, kira-kira akan terbit dengan tebal 600 halaman.
Apa yang dikatakan Prof. Ash-Shuwayyan benar adanya. Bahwa kezhaliman menciptakan ekses negatif terhadap kehidupan sosial dan individual. Karenanya, kezhaliman yang erat dengan kekuasaan, sama-sama harus dihindari. Ya, kekuasaan dalam artian kepemimpinan betul-betul harus disikapi dengan sangat hati-hati.
Allah mengingatkan, "Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (QS Muhammad [47]: 22 – 23)

Minggu, 21 Februari 2016

10 Karakter Positif Seorang Edukator

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. Muhammad Ad-Duwaisy, dosen di Imam Muhammad bin Saud Islamic University, dalam bukunya Al-Mudarris wa Maharat At-Taujih menyebutkan 10 karakter positif yang harus dimiliki dan dijiwai oleh seorang edukator.
Pertama, ikhlash karena Allah.
Ketika seorang guru memperhatikan niatnya dan memperbaiki hatinya, maka amalnya berubah menjadi ibadah kepada Allah semata. Jerih payahnya, usahanya dan seluruh aktifitasnya ditulis sebagai amal kebaikan di sisi Allah.
Kedua, taqwa dan ibadah.
Apakah kita (sebagai edukator) merasa bahwa menyiapkan diri, menguatkan iman, memperhatikan urusan ibadah kepada Allah dan ketaatan kepadanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban kita?
Ketiga, mendorong dan memacu peserta didik untuk giat mencari ilmu.
An-Nawawi berkata, “Hendaknya guru mendorong muridnya mencintai ilmu, mengingatkannya terhadap keutamaan para ulama, dan bahwa mereka adalah pewaris para Nabi, dan di dunia ini tidak ada derajat yang lebih tinggi darinya.” [Al-Majmu’ 1/30]

Pandangan The Golden Manners Way Tentang Kebodohan Sebagai Sifat Bawaan Manusia

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



The Golden Manners Way menanamkan persepsi bahwasanya manusia pada dasarnya bodoh. The Golden Manners Way percaya tidak ada satupun manusia yang lahir dari rahim ibunya secara ajaib bisa mengetahui segala yang baru bisa diketahui setelah dipelajari. Al-Qur`an dan As-Sunnah menetapkan, setiap manusia adalah bodoh. Allah lah yang mengajari manusia sehingga menjadi pintar, pandai dan cerdas.
Ada lima pesan Prof. Dr. 'Abdul Karim Bakkar dalam Ila Abna’i wa Banati, 50 Syam’ah li Idha’ah Durubikum (Mu’assasah Al-Islam Al-Yaum 1428 H) terkait realitas kebodohan manusia seluruhnya.
  • Pada dasarnya manusia itu adalah orang yang bodoh, kecuali jika ia belajar.
  • Kita harus selalu bersikap rendah hati (tawadhu’), dan alangkah bagusnya jika sikap rendah hati kita itu sesuai dengan kadar ketidaktahuan kita.
  • Kualitas kita sesuai dengan apa yang kita ketahui dan apa yang kita kuasai. Semakin bertambah apa yang kita ketahui dan apa yang kita kuasai, semakin tinggi pula kedudukan kita dan semakin tercapailah tujuan-tujuan kita.
  • Selama kita tidak mengetahui segala sesuatu dan tidak mampu menguasai segala sesuatu, maka jangan sampai kita mengeluarkan pandangan kita terhadap berbagai peristiwa hingga ia selesai.
  • Di sana ada banyak hal yang akan membentuk pengetahuan kita secara parsial (sepotong-sepotong) atau mengawang-awang. Dan kita butuh untuk lebih memperdalamnya. Dan ini tidak akan terjadi kecuali jika kita memiliki akal yang terbuka dan hati yang selalu dahaga akan ilmu.

Sumber Referensial The Golden Manners Way

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. Ahmad Farid dalam buku At-Tarbiyah 'ala Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengungkapkan, "Tidak ada keraguan bahwa pendidikan yang diajarkan oleh Al-Qur`an adalah pendidikan yang paling tinggi dan paling unggul. Berkah dari pendidikan ini nampak jelas pada generasi pertama yang menyaksikan langsung turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Al-Qur`an menanamkan dasar-dasar akidah di dalam jiwa mereka, menancapkan nilai-nilai iman yang mulia, dan memantapkan iman mereka. Sahabat-Sahabat Nabi menerima ayat-ayat Al-Qur`an dengan penuh keimanan dan keyakinan, dan ayat-ayat itu mendorong mereka untuk beramal, berbuat dan taat." 
The Golden Manners Way adalah kristalisasi holy concept dari Al-Qur`an dan As-Sunnah serta eksplanasi atas keduanya dari generasi perdana Islam untuk membangun peradaban bermartabat dunia-Akhirat. Dan edukasi yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur`an dan metode Nabawiyah akan memiliki dampak positif yang menakjubkan.

11 Prinsip Mencetak Generasi Leader

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Diantara derivat dari The Golden Manners Way adalah leadership. Leadership merupakan sebuah keniscayaan bagi orang yang mengaplikasikan The Golden Manners Way. Leadership sudah bukan rahasia lagi dipercaya sebagai modal paling imperatif bagi pencapaian-pencapaian para entrepreneur, edukator, praktisi dakwah, dan publik secara umum.
Dalam konsep The Golden Manners Way, ada keharusan bagi para orang tua selaku edukator dalam keluarga, mengerahkan usaha untuk mencetak generasi sebagai leader, karena orang tua merupakan pihak pertama yang paling berpengaruh pada masa depan generasi.
Menurut Prof. Dr. Faishal Basyarahil dalam Shina'ah Al-Qa'id, ada beberapa prinsip mencetak generasi muslim berkarakter leader,

  1. Membekali dengan pelajaran dan pelatihan secara kontinyu
  2. Memberikan pelajaran bahasa dan skill
  3. Membangun rasa tanggung jawab melalui pemberian tugas-tugas besar
  4. Mengajarkan keterampilan riset ilmiah
  5. Menyusun visi yang jelas
  6. Menggaji bakat 
  7. Bergabung dalam aksi sosial
  8. Konsentrasi penuh
  9. Uswah hasanah
  10. Mengoptimalkan potensi
  11. Niat yang tulus dan baik.
Jadi, disamping uswah hasanah (good model) dan niat yang tulus, generasi muslim akan unggul di hadapan publik global apabila dididik dengan secara berkesinambungan baik dengan pelajaran beragam bahasa (multilingual), skill dan bakat, tanggung jawab dalam tugas-tugas besar, riset ilmiah dan aksi-aksi sosial.





Ngaji juga di www.quantumfiqih.com dan quantumfiqih.wordpress.com.

Tags: Tarekat Mu’tabarah, ‘Umariyyah, Naqsyabandiyyah, Qodiriyyah, Syadziliyyah, Rifa’iyyah, Ahmadiyyah, Dasuqiyyah, Akbariyyah, Chistiyyah, Maulawiyyah, Kubrawardiyyah, Khalwatiyyah, Jalwatiyyah, Bakdasyiyyah, Ghuzaliyyah, Rumiyyah, Sa’diyyah, Justiyyah, Sya’baniyyah, Kalsyaniyyah, Hamzawiyyah, Bairumiyyah,. ‘Usysyaqiyyah, Bakriyyah, ‘Idrusiyyah, 'Utsmaniyyah, ‘Alawiyyah, ‘Abbasiyyah, Zainiyyah, ‘Isawiyyah, Buhuriyyah, Haddadiyyah, Ghaibiyyah, Khalidiyyah, Syaththariyyah, Bayuniyyah, Malamiyyah, ‘Uwaisiyyah, ‘Idrisiyyah, Akabiral Auliya`, Matbuliyyah, Sunbuliyyah, Tijaniyyah, Samaniyyah, Suhrawardiyyah, Syadziliyyah, Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah