Rabu, 09 Maret 2016

Mudah Menjauhi Dosa Adalah Efek Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd. 
Penggagas The Golden Manners Way



Dosa adalah biasa. Biasa karena setiap keturunan Nabi Adam telah ditetapkan oleh Allah Al-Ghafur sebagai pendosa. Baik dosa kecil maupun dosa besar. Dr. Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd dalam artikel ‘Man Taraka Syai`an Lillah’ yang dimuat di ar.islamway.net memaparkan, “Sesungguhnya nafsu syahwat mempunyai kekuatan terhadap jiwa, kekuasaan dan keteguhan terhadap hati, karena sebab itu maka meninggalkannya sangat berat dan berlepas diri darinya teramat susah… Kecenderungan tabiat manusia kepada nafsu syahwat tidak bertentangan dengan sifat taqwa, apabila ia tidak melakukannya dan selalau melawan hawa nafsunya untuk membencinya, bahkan hal itu termasuk jihad dan bagian dari taqwa…” Taubat adalah jihad yaitu jihad memerangi hawa nafsu. Taubat adalah taqwa karena taqwa adalah menjalankan perintah Allah At-Tawwab dan menjauhi larangan-Nya. The Golden Manners Way meyakini dosa adalah biasa sementara taubat adalah luar biasa karena taubat adalah penghapus catatan dosa.

Golden Manners Optimalkan Fungsi Akal

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Prof. Dr. Rabi’ Al-Madkhali mengingatkan kita bahwa manusia itu dibekali tiga piranti untuk menjalani kehidupan dunia secara ideal yaitu akal, fithrah dan agama. Beliau mengutarakan arti penting tiga piranti tersebut dalam bukunya Manhaj Al-Anbiya` fi Ad-Da’wah ila Allah, “Allah mengaruniakan kenikmatan kepada manusia berupa akal, di samping nikmat-nikmat agung dan kemuliaan lainnya yang tidak dapat diukur nilainya. Akal inilah yang mengangkat manusia kepada pembebanan Ilahi dan menjadikannya layak untuk mengerti dan memahaminya. Kemudian manusia dibekali dengan fithrah yang selaras dengan apa yang dibawa para utusan Allah berupa wahyu yang mulia, selaras dengan agama yang benar.”
Tanpa akal, manusia tidak akan cerdas mengelola dunia. Tanpa akal, manusia bisa saja punah semenjak lama. Tanpa akal, manusia mungkin akan terbelakang seperti hewan. Tanpa akal, manusia tidak berpeluang memahami hakekat kehidupan. Tanpa akal, manusia jelas akan mengalami peradaban yang carut-marut dan kalut.

Arti Penting Waktu

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. Ibrahim Al-Fiqi dalam ‘Saithir ‘ala Hayatika’ menegaskan, “Yang ingin saya tegaskan, masalah utama kita bukan terletak pada tidak adanya waktu yang cukup untuk mewujudkan sesuatu yang ingin kita kerjakan. Tetapi, masalahnya ada pada ketidakmampuan kita memanfaatkan waktu dengan baik dan benar untuk mengerjakan sesuatu yang harus dilakukan… Orang yang berakal tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya karena menyia-nyiakan waktu berarti membunuh kehidupannya… Orang yang berakal adalah orang yang mampu memanfaatkan waktunya dengan baik.”
Founding father disiplin ilmu Neuro Conditioning Dynamic (NCD) dan Power Human Energy (PHE) tersebut berpesan, “Perlakukanlah hidup Anda secara profesional! Yakinkan diri sendiri bahwa Anda mampu mengontrol hidup Anda dan menghadapi tantangan setiap hari! Bekali diri Anda dengan keahlian mengatur waktu dan melaksanakan apa yang telah Anda pelajari!... Menyepelekan waktu berarti menyepelekan hidup dan menelantarkan impian dan cita-cita...”

Empat Klasifikasi Model Pendidikan Golden Manners

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way




Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al-Jibrin dalam Al-I’lam bi Kufri Man Ibtagha Ghaira Al-Islam menjabarkan empat klasifikasi pendidikan dalam rangka membangun karakter yang mantap (tsiqqah). Pertama, pendidikan keimanan (التَّرْبِيَةُ اْلإِيْمَانِيَّةُ) yaitu, tarbiyah  yang mampu menghidupkan hati dan perasaan dengan rasa takut, berharap dan cinta (kepada Allah), yang menepus kegersangan (hati) yang timbul ketika jauh dari nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, serta berkutat pada perkataan-perkataan manusia. Kedua, pendidikan ilmiah (التَّرْبِيَةٌ الْعِلْمِيَّةٌ) yaitu, tarbiyah yang berdiri di atas landasan dalil shahih yang menolak taklid dan sikap bunglon yang tercela. Ketiga, pendidikan yang tertata (التَّرْبِيَةُ الْوَاعِيَّةُ) yaitu, tarbiyah yang tak mengenal cara orang-orang rusak, mempelajari fikiran musuh-musuh Islam, melingkupi kenyataan dengan ilmu, kejadian-kejadian dengan pemahaman dan perbaikan, yang menafikan sikap eksklusif (tertutup), yang terkungkung oleh baiat-baiat kecil yang terbatas. Keempat, pendidikan yang berjenjang (التَّرْبِيَةُ الْمُتَدَرِّجَةُ) yaitu tarbiyah seorang muslim yang berlangsung sedikit demi sedikit, meningkat sesuai dengan tingkatan kesempurnaan ilmunya, dengan pengukuran yang seimbang, yang menafikan tarbiyah tanpa perencanaan (persiapan), tergesa-gesa, serta loncatan-loncatan yang membuat rusak.

Dahsyatnya Efek Tawakkal Bagi Para Eksekutif dan Entrepreneur

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Prof. Dr. Faishal Basyarahil dalam Shina’ah Al-Qa’id mengingatkan akan keselarasan tawakkal dan usaha manusia. Ya, tawakkal tidak berarti mengharuskan para eksekutif dan entrepreneur melupakan upaya-upaya yang sewajarnya untuk dijalani dalam menggapai kesuksesan program yang direncanakannya. Sebaliknya, para eksekutif dan entrepreneur tidak berhak untuk mengandalkan tindakan yang sudah dilakukannya sebagai kunci keberhasilan, karena segala kesuksesan ada dalam keputusan Allah. 
Prof. Basyarahil mengatakan, “Kendati seorang leader muslim mengerjakan upaya-upaya yang semestinya, seperti membuat planning yang baik, kecakapan manajemen, pembagian tugas, intergrasi tim, pelatihan dan penggunaan teknik-teknik leadership yang baru, tetapi seorang leader muslim (tidak lupa) memandang bahwa semua itu hanyalah bagian dari upaya manusia yang apabila dia tinggalkan di saat dia mampu melakukannya maka dia telah durhaka kepada Allah.”

Golden Manners: Jadilah Pemaaf

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. ‘Abduddaim Al-Kahil menerangkan, “Manusia yang paling panjang usianya adalah orang yang paling toleran dan pemaaf! Jadi, Anda harus memiliki kemampuan untuk mentolerir dan memaafkan orang-orang yang menyakiti, menyinggung atau mengganggu Anda. Karena tanpa langkah ini, Anda  tidak akan mampu memperbaiki diri dan emosi akan tetap mengendalikan diri Anda. Sebagaimana para peneliti saat ini juga menegaskan bahwa dengan berinfak (mengeluarkan sebagian harta) kepada fakir miskin dan membantu mereka memperoleh sesuatu mendapatkan ketenangan dan kenyamanan hidup, akan mengobati penaykit emosi yang ada dalam dirinya. Sikap pemaaf atau toleran sangatlah urgen dan penting karena keduanya akan menjadi sarana penyembuh emosi dari akarnya, karena alasan utama yang ada di balik setiap emosi adalah perasaan bahwa orang lain telah menyakitinya dan kemudian mencoba bereaksi secara emosional terhadap mereka dalam bentuk balas dendam. Jika diputuskan untuk mengirim pesan kepada dirinya maka pada saat yang bersamaan dirinya harus mentolerir orang lain dan mengulangi pesan ini lalu menemukan diri agar selalu toleran dan memaafkan!”

Kamis, 03 Maret 2016

Syahwat dan Kenangan Masa Lalu Menyebabkan Putus Asa

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Prof. Dr. Faishal Basyarahil dalam Shina’ah Al-Qa’id melarang kita mengenang kegagalan-kegagalan masa lalu yang dapat menyeret kita kepada keputusasaan. Beliau mengatakan, “Jikalau Anda menyesali sebagian pengalaman dini pada masa kecil, atau tidak memiliki spesialisasi pada salah satu bidang ilmu, keterampilan atau pelatihan yang anda terima hanya formalitas belaka, ma-ka Anda tidak perlu putus asa! Karena hal itu tidak berarti bahwa anda tidak akan mampu menjadi leader. Ketika kita melihat kepemimpinan, maka kepribadian Anda secara keseluruhan adalah hal yang penting, bukan bagian-bagiannya.”
Apa rahasia kita selalu terbawa arus putus asa sementara kita sudah berusaha menghindarinya? Salah satunya adalah syahwat yang liar. Syahwat tidak melulu nafsu, melainkan segala macam keinginan terhadap apapun yang buruk dan jelek.