Rabu, 30 Maret 2016

Golden Manners Adalah Hakekat Kehidupan




Menjadikan golden manners sebagai way of life berarti menjadikan nilai-nilai keluhuran sebagai prinsip. Menelantarkan diri sendiri dan orang-orang terdekat dalam bianglala kehinaan sama halnya menjerumuskan peradaban dalam kehancuran. Sejak berabad-abad silam, berbagai generasi selalu berusaha mengkristalisasi atau merumuskan konsep golden manners yang terbaik.
Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dalam ‘Musytarak Al-Insan’ mengutarakan, “Sampai abad kesembilan belas Masehi, ilmu tentang manners terus berproses mencari prinsip, pengembangan dan konklusinya, serta masih berusaha menyingkap urgensinya bagi kehidupan moral, yang diiringi dengan penjelasan berbagai kewajiban yang harus dilakukan manusia… manners adalah salah satu hasil karya fundamental manusia, yang mereka terapkan, patuhi dan menjadi poros bagi kehidupan mereka (bagi mereka yang menganggap manners adalah interpretasi atas apa yang ada). Atau (manners adalah) yang mereka pelajari sebagai sebuah imajinasi yang lebih tinggi daripada kenyataan (bagi mereka yang menganggap manners sebagai apa yang seharusnya ada).”

Selasa, 29 Maret 2016

Pemilik Golden Manners Pantang Mengonsumsi Harta Haram




Hidup di dunia dihadapkan pada kemestian untuk menjaga diri dari konsumsi yang haram. Betapa tidak, tuntutan perut kerap memaksa kita menutup mata dari status konsumsi yang hendak kita masukkan ke dalam perut. Seakan perut menjadi monster sekaligus virus yang siap menggerogoti kita apabila kita tidak segera memberikan jatahnya hanya karena kita menjaga diri dari makanan dan minuman haram.
Dalam ‘Musytarak Al-Insan’, Prof. Dr. Raghib As-Sirjani mengutip tafsir QS. Thaha: 118-119 dari Fakhruddin Ar-Razi, “Kenyang, hilang dahaga, berpakaian, dan berteduh adalah sejumlah poros yang semua urusan manusia berputar di sekelilingnya. Allah menyatakan bahwa Adam mendapatkan semua itu di Surga tanpa perlu berusaha atau memintanya. Allah berfirman menggunakan kalimat negatif yang menjadi antonim bagi kebutuhan primer tadi yaitu lapar, telanjang, haus dan kepanasan, dengan tujuan mengetuk hati pendengarnya lewat berbagai bentuk kesengsaraan yang Dia peringatkan, sampai-sampai Dia ‘berlebihan’ dalam memperingatkan berbagai faktor yang dapat menjerumuskan ke sana.”

Hijrah Cara Terbaik Menginstall Golden Manners




The Golden Manners Way bukan sesuatu yang baru. The GM Way hanyalah kristalisasi sekaligus aktualisasi konsep habits, attitudes, morals, values, manners, ethics, life styles & characters yang telah dijelaskan oleh Al-Qur`an dan As-Sunnah melalui para Nabi dan pewaris mereka. The GM Way merupakan formulasi untuk mempermudah proses instalasi dan infiltrasi serta diseminasi akhlaq mulia (al-akhlaq al-karimah).
Salah satu cara terbaik dalam menanam ‘gen’ GM adalah dengan hijrah. Dalam Mafatih Ar-Rizq, Dr. Majdi Al-Hilali mengungkapkan urgensitas hijrah dalam kehidupan, “Jika Anda berada dalam suatu lingkungan yang menghalang-halangi Anda dari mengerjakan ketaatan dan ibadah kepad Allah, hendaklah Anda berhijrah. Hijrah merupakan salah satu sebab rizqi bisa bertambah… Hijrah diwajibkan bagi setiap mu`min yang tidak bisa terang-terangan mengerjakan ibadah menurut perintah agamanya di negeri nonmuslim. Islam yang dianutnya tidak sempurna bila dia tidak sanggup mengerjakan perintah agama, kecuali dengan dia berhijrah…”

Golden Manners: Komitmen dengan Prinsip

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way




The Golden Manners Way meniscayakan komitmen (iltizam) sebagai basis, di samping totalitas (kaffah) dan hikmah sebagai dua power terbesar. The GM Way membangun kesadaran pelakunya, melalui banyak kajian teoritik, tentang betapa pentingnya komitmen terhadap prinsip.
Dr. ‘Aidh Al-Qarni dalam ‘Hatta Takuna As’ad An-Nas’ menyarankan untuk memiliki prinsip yang baku dan paten untuk kemudian secara berani kita berpegang teguh dengannya, “Jadilah seseorang yang pemberani, yang teguh hati, berpendirian kokoh, memiliki kemauan keras, dan jangan mudah tertipu oleh isu-isu atau kabar-kabar burung yang tidak jelas ujungnya.”

Minggu, 27 Maret 2016

Shalat Bukan Penghalang Sukses





Sesungguhnya shalat merupakan kunci kesuksesan hidup, kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan, dan kesempurnaannya. Hidup kita menjadi baik karena shalat dan ibadah lainnya. Dr. Ahmad Farid dalam ‘At-Tarbiyah ‘ala Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah’ mengungkapkan, “Urusan generasi pertama umat ini menjadi baik dengan adanya proses pendidikan yang benar, melalui puasa, shalat malam dan membaca Al-Qur’an. Ditambah dengan kesediaan mereka untuk mengikuti Sunnah Nabi  dan masuk ke dalam Islam secara total. Dan ditunjang dengan kerelaan mereka untuk berkorban, berinfaq, berjuang dan berperang.”
‘Beruntung’, kita hanya dibebani dengan lima shalat wajib dalam sehari semalam. Lima shalat itu andai kita tinggalkan, maka kegagalan, kesedihan, kesengsaraan, kekacauan, dan kekurangan dalam hidup sangat menjerat leher, tangan, dan kaki kita. Prof. Dr. Sulaiman Abu Al-Khail dalam ‘Mashadir Al-Islam’ menuturkan, “Manusia memiliki kemungkinan untuk bisa shalat lebih dari lima waktu, puasa lebih dari satu bulan dan berhaji lebih dari sekali, namun karena kasih-Nya yang menyeluruh dan rahmat-Nya yang luas, Allah tidak mengeluarkan hamba-Nya dari batas kemauan tabiatnya. Bahkan Allah memberikan keluasan kepada mereka.”

Golden Manners: Hidup Ini Memang Melelahkan




Tepat sekali. Hidup di dunia ini melelahkan, membosankan, menyusahkan, kecuali bagi kita yang tahu bagaimana caranya bahagia, tiada lain kecuali dengan taqwa. Hidup di dunia ini melelahkan. Harus makan, minum, berpakaian, bekerja, mengurus rumah, mengatur waktu, merawat kesehatan, buang air besar dan kecil, mandi dan lain sebagainya.
Dr. Muhammad bin Ibrahim An-Nu’aim dalam ‘Kaifa Tuthilu ‘Umraka’ mengungkapkan, “Makan dan minum bukanlah tujuan dari hidup ini, karena jika kita hidup untuk itu maka kita tidak berbeda dengan binatang dan orang-orang kafir, di mana ambisi mereka dalam hidup hanyalah makan dan kenikmatan… Akan tetapi tujuan dari keberadaan kita dan ditundukkannya apa yang ada di atas bumi untuk kita adalah beribadah kepada Allah Yang Maha Penyayang dengan menjauhi hawa nafsu syaitan. Meminjam istilah dagang yakni hendaknya kita mengumpulkan kebaikan semaksimal mungkin sebelum ajal menjemput dan selalu berusaha untuk memanfaatkan waktu yang terbatas dengan amal shalih yang mengangkat derajat kita di Surga.”

Memendarkan Energi Dzikir

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Sesungguhnya, dzikir memiliki kedudukan yang teramat sangat tinggi dan luas di dalam Islam. Tidak sebatas ruang di balik setengah tempurung kelapa tempat bersembunyi katak seperti itu. Dzikir bersemayam di segala macam aktifitas kehidupan siang dan malam. Dzikir menyimpan energi positif yang sangat dahsyat bagi umat, baik secara personal maupun universal. Dzikir memiliki sinar-sinar lembut yang berkekuatan mendekatkan diri kepada Allah Al-Hamid dan memperbaiki dunia-Akhirat seluruh peradaban.

Dr. Naji bin Ibrahim Al-‘Arfaj menyatakan dalam ‘Hal Iktasyafta Jamalahu Al-Haqiqi’, “Memang, berdzikir kepada Allah secara ikhlas, rendah hati kepada-Nya, memohon pengampunan (istighfar), dan shalat yang dilakukan hanya untuk Allah saja, merupakan kunci agung dan indah untuk ketenangan pikiran, ketenangan batin, dan barakah.”