Minggu, 21 Februari 2016

10 Karakter Positif Seorang Edukator

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



Dr. Muhammad Ad-Duwaisy, dosen di Imam Muhammad bin Saud Islamic University, dalam bukunya Al-Mudarris wa Maharat At-Taujih menyebutkan 10 karakter positif yang harus dimiliki dan dijiwai oleh seorang edukator.
Pertama, ikhlash karena Allah.
Ketika seorang guru memperhatikan niatnya dan memperbaiki hatinya, maka amalnya berubah menjadi ibadah kepada Allah semata. Jerih payahnya, usahanya dan seluruh aktifitasnya ditulis sebagai amal kebaikan di sisi Allah.
Kedua, taqwa dan ibadah.
Apakah kita (sebagai edukator) merasa bahwa menyiapkan diri, menguatkan iman, memperhatikan urusan ibadah kepada Allah dan ketaatan kepadanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban kita?
Ketiga, mendorong dan memacu peserta didik untuk giat mencari ilmu.
An-Nawawi berkata, “Hendaknya guru mendorong muridnya mencintai ilmu, mengingatkannya terhadap keutamaan para ulama, dan bahwa mereka adalah pewaris para Nabi, dan di dunia ini tidak ada derajat yang lebih tinggi darinya.” [Al-Majmu’ 1/30]


Keempat, berpenampilan baik.
Kita harus memberi perhatian terhadap penampilan kita dalam batas yang proporsional. Karena hal itu menyebabkan kita bisa lebih diterima dan dihargai.
Kelima, berbicara dengan baik.
Berusaha supaya murid tidak merekam dari lisan kita kecuali ucapan yang baik, hingga pada saat memberi penilaian atau nasihat. Maka tidak pantas bagi kita melampaui batas dan melontarkan ucapan-ucapan tanpa ia mempeduli-kannya.
Keenam, berkepribadian matang dan terkontrol.
Orang-orang yang tidak matang kepribadiannya, perilaku mereka mengisyaratkan adanya kekurangan pada akal dan sifat kejantanan yang sempurna, serta hilangnya kehormatan ilmu.
Ketujuh, keteladanan yang baik.
Kontradiksi antara ucapan dan perbuatan, lahir dan batin, semrawut dan rancunya pengajaran, semua itu merupakan masalah terbesar generasi masa kini. Semua itu adalah pohon-pohon dari biji busuk yang satu, yaitu ilmu yang tidak diamalkan.
Kedelapan, komitmen dengan janji.
Ketika seorang edukator menjanjikan hadiah atau kajian suatu masalah atau menjanjikan seluruh muridmu dengan sesuatu, maka bersungguh-sungguhlah dan berusahalah untuk memenuhi janji itu. Jika ada penghalang atau tidak bisa diwujudkan karena alasan yang mendesak, maka meminta maaf dengan baik mungkin bisa mengobati kekecewaan.
Kesembilan, memperbaiki sistem pengajaran.
Tokoh-tokoh generasi Salaf mewasiatkan kepada guru agar memberi perhatian dalam hal menjaga sistem pengajaran dari penyimpangan-penyimpangan syariat, walaupun hal itu menurut pandangan sebagian orang termasuk perkara yang remeh. Ibnu Sahnun berkata, “Saya tidak menyukai seorang guru yang mengajar anak-anak putri. Hendaknya mereka tidak dicampur dengan anak-anak putra, karena hal itu dapat merusak mereka.” [Adab Al-Mu’allimin hal. 123]
Kesepuluh, berinteraksi secara baik dengan peserta didik.
Kurikulum, sistem pengajaran dan lain-lainnya, pada dasarnya, dibuat untuk merealisa-sikan tujuan pengajaran dan pendidikan bagi murid. Berpijak kepada posisi murid dalam proses belajar-mengajar, maka harus diletakkan pada garis-garis besar dan kaidah-kaidah berinteraksi dengan murid agar tujuan pengajaran dan pendidikan bisa terealisasikan.





Informasi sekolah-sekolah Islam dapatkan di http://islamicboardingschool.wordpress.com

Tags: Ormas Islam Induk di Indonesia, Jami’ah Khairiyah, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Masyumi, Syarikat Islam Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam PERSIS, Nahdlatul Wathan, Pelajar Islam Indonesia PII, Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII, Jam’iyah Al-Washliyah, Rabithah ‘Alawiyah, Front Pembela Islam FPI, Hizbut Tahrir Indonesia HTI, Mathla’ul Anwar MA, Jam’iyah Al-Ittihadiyah, Hidayatullah, Al-Wahdah Al-Islamiyah, Majelis Tafsir Al-Quran MTA, Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami HASMI, Persatuan Tarbiyah Islamiyah PERTI, Persatuan Ummat Islam PUI,  Shiddiqiyah, Wahidiyah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar