Minggu, 21 Februari 2016

Pandangan The Golden Manners Way Tentang Kebodohan Sebagai Sifat Bawaan Manusia

Oleh Brilly El-Rasheed, S.Pd.
Penggagas The Golden Manners Way



The Golden Manners Way menanamkan persepsi bahwasanya manusia pada dasarnya bodoh. The Golden Manners Way percaya tidak ada satupun manusia yang lahir dari rahim ibunya secara ajaib bisa mengetahui segala yang baru bisa diketahui setelah dipelajari. Al-Qur`an dan As-Sunnah menetapkan, setiap manusia adalah bodoh. Allah lah yang mengajari manusia sehingga menjadi pintar, pandai dan cerdas.
Ada lima pesan Prof. Dr. 'Abdul Karim Bakkar dalam Ila Abna’i wa Banati, 50 Syam’ah li Idha’ah Durubikum (Mu’assasah Al-Islam Al-Yaum 1428 H) terkait realitas kebodohan manusia seluruhnya.
  • Pada dasarnya manusia itu adalah orang yang bodoh, kecuali jika ia belajar.
  • Kita harus selalu bersikap rendah hati (tawadhu’), dan alangkah bagusnya jika sikap rendah hati kita itu sesuai dengan kadar ketidaktahuan kita.
  • Kualitas kita sesuai dengan apa yang kita ketahui dan apa yang kita kuasai. Semakin bertambah apa yang kita ketahui dan apa yang kita kuasai, semakin tinggi pula kedudukan kita dan semakin tercapailah tujuan-tujuan kita.
  • Selama kita tidak mengetahui segala sesuatu dan tidak mampu menguasai segala sesuatu, maka jangan sampai kita mengeluarkan pandangan kita terhadap berbagai peristiwa hingga ia selesai.
  • Di sana ada banyak hal yang akan membentuk pengetahuan kita secara parsial (sepotong-sepotong) atau mengawang-awang. Dan kita butuh untuk lebih memperdalamnya. Dan ini tidak akan terjadi kecuali jika kita memiliki akal yang terbuka dan hati yang selalu dahaga akan ilmu.


Mengaksentuasi proses-proses edukasi baik di dalam pagar sekolah maupun di luarnya adalah tugas kita bersama, bukan sebatas tugas edukator secara kelembagaan semata. Bukankah kita tidak ingin meninggalkan generasi kita terkungkung dalam kebodohan?
Allah mengingatkan, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” [QS. An-Nisa`: 9]
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang sedang menjelang ajalnya, lalu kedengaran seorang lelaki bahwa dia mengucapkan suatu wasiat yang menimbulkan mudharat terhadap ahli warisnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang yang mendengar wasiat tersebut, hendaknya dia bertakwa kepada Allah, membimbing si sakit serta meluruskannya ke jalan yang benar. Hendaknya si sakit memandang kepada keadaan para ahli warisnya sebagaimana diwajibkan baginya berbuat sesuatu untuk ahli warisnya, bila dikhawatirkan mereka akan terlunta-lunta."



Ngaji juga di www.quantumfiqih.com dan quantumfiqih.wordpress.com

Tags: Tarekat Mu’tabarah, ‘Umariyyah, Naqsyabandiyyah, Qodiriyyah, Syadziliyyah, Rifa’iyyah, Ahmadiyyah, Dasuqiyyah, Akbariyyah, Chistiyyah, Maulawiyyah, Kubrawardiyyah, Khalwatiyyah, Jalwatiyyah, Bakdasyiyyah, Ghuzaliyyah, Rumiyyah, Sa’diyyah, Justiyyah, Sya’baniyyah, Kalsyaniyyah, Hamzawiyyah, Bairumiyyah,. ‘Usysyaqiyyah, Bakriyyah, ‘Idrusiyyah, 'Utsmaniyyah, ‘Alawiyyah, ‘Abbasiyyah, Zainiyyah, ‘Isawiyyah, Buhuriyyah, Haddadiyyah, Ghaibiyyah, Khalidiyyah, Syaththariyyah, Bayuniyyah, Malamiyyah, ‘Uwaisiyyah, ‘Idrisiyyah, Akabiral Auliya`, Matbuliyyah, Sunbuliyyah, Tijaniyyah, Samaniyyah, Suhrawardiyyah, Syadziliyyah, Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar